Matahari dan Bulan dalam Filosofi





(Tulisan ini diposting atas permintaan Resa Husnul dari UNJ dengan mengaitkan gambar)


Malam semakin menunjukkan sisi romantisnya dengan posisi bulan yang tepat menancap di tengah langit. Eh tunggu, mengapa malam selalu menakjubkan? Padahal siang telah sempurna menemani sepanjang hari? Kamu mencintai malam yang (sebenarnya) gelap dan seram karena bulan yang membuatnya indah? Tahukah kamu bahwa bulan tidak pernah pernah benar-benar bercahaya? Ia hanya sekedar memantulkan cahaya dari matahari untuk kemudian dinikmati manusia permukaan bumi.

Bercerita soal gambar, menarik ketika mengkaitkannya dengan cahaya bulan dan matahari. Pada gambar terdapat 2 orang laki-laki yang berusaha menuju ke bagian atas dengan berbeda cara. Laki-laki yang satu (sebut saja si A), ia terlihat sedang menaiki anak tangga dengan tumpukan kayu dipunggungnya. Laki-laki lainnya (sebut saja si B) terlihat sedang menaiki lift dengan dikelilingi wanita cantik.

Tujuan keduanya sama, mengarah ke permukaan atas (yang mengibaratkan sebuah kesuksesan).

Bagiku, menakjubkan ketika kamu menilai sesuatu dari prosesnya. Seseorang yang dengan khusyuknya berusaha menikmati setiap proses dan jerih payah untuk menuju kesuksesan, itu ibarat matahari yang membakar semangat, begitu terang memancarkan cahayanya sendiri walaupun itu dirasa panas dan melelahkan (cahaya matahari itu diibaratkan usaha dan kerja kerasnya sendiri). Sedangkan mereka yang terlena dengan fasilitas mewah itu ibarat bulan, yang hanya bergantung pada pantulan cahaya dari matahari untuk dinikmati manusia permukaan bumi. Karena nyatanya, apa yang terlihat indah belum tentu mengagumkan. Matahari itu panas, tapi kita butuh. :)

Jadi, lebih indah cahaya bulan atau cahaya matahari itu tergantung persepsi dan cara pandangmu. Yang jelas, hal ini hanya pengibaratan saja, baik matahari ataupun bulan sama-sama keindahan ciptaan Tuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan Tak Pernah "Menyuruh" Pergi

Filosofi Mawar di Kanan Khimar