Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

Sepasang Bola Mata

Gambar
Senja kali ini begitu mengusik, Lewat desiran angin yang tak beraturan arahnya, Apa yang terjadi? Bisakah ku cerna, setiap hembusan angin yang menyeruak? Masuk melalui dimensi hampa yang syarat akan kesunyian Di ujung senja, Tak hilang dari pandangan, Sepasang bola mata yang bersinar, Rindu yang hanyut dalam tatap yang indah Sedang aku, hanya mampu terdiam Saat ku curi pandang, dari sepasang bola mata yang menenangkan Dan di senja yang tak berirama ini, Bolehkah ku pinjam, sepasang bola mata yang ku kenang? Tempat aku berlabuh, Menghantarkan peluh

Menunggu

Dan, pada akhirnya aku kembali kepada kebiasaanku untuk menunggu. Menunggu senja berlabuh dipenghujung lelah. Menunggu rintik hujan berhenti menghentakkan tubuhnya ke tanah. Pada akhirnya aku harus menunggu. Seperti matahari yang menunggu pagi datang, bintang yang menunggu malam, atau cahaya yang menunggu datangnya gelap. Semua soal kesesuaian waktu. Hadir disaat yang tepat. Muncul dengan alasan yang hebat.

Senja dan Hujan

Senja telah menggulirkan sinarnya, dan hujan masih mengisahkan tentang hal yang sama. Tapi, aku tidak pernah bosan. Senja dan hujan adalah anugerah terindah dari Tuhan, sebagai pertanda bahwa satu hari yang berat telah kita lalui.

Kata dan Diam

Untuk kata yang tak sempat diucapkan dalam pertemuan singkat, Ku titipkan sebaris rindu dalam pekat malam, Semoga diam adalah pelebur dari hati yang kian menggebu.

Domain Waktu

Ku seka wajah penuh rindu dalam balutan senyuman, Pertemuan yang begitu singkat masih menyisakan pelik yang tertahan, Tatapan tajam yang seketika mengusik kekhusyuan, Semua hanya soal penantian, Yang jelas, ini bukan tentang sebuah kegelisahan, Tetapi, tentang ruang kehampaan, Tentang domain waktu yang masih bersebrangan, Tentang dimensi yang tidak (mungkin belum) bersinggungan. (Syariyana,2016)